Isbedy Stiawan ZS/Teraslampung.com
Bandarlampung—Komunitas Berkat Yakin (KoBer) Lampung memanggungkan “Pinangan” karya Anton P. Chekov di UKMBS Universitas Lampung, Sabtu (24/5) malam.
Pertunjukan ini dalam rangka merayakan 12 tahun komunitas seni yang tetap eksis di tengah pasang-surut perteateran di daerah ini. Perayaan hari jadi ke-12 KoBer kali ini mengusung tema “4 tanda cinta” dan berlangsung tiga malam.
Malam pertama KoBer menyuguhkan diskusi dan peluncuran buku puisi Suluh (dwibahasa) karya Fitri Yani dan Pembatas Buku (Yuli Nugharani), Kamis (22/5). Malam kedua, memanggungkan “Pada Suatu Hari” (Arifin C. Noer) sutradara Yulizar Fadli, Kamis (23/5), dan terakhir, “Pinangan” karya Anton P. Ckekov (sutradata Ari Pahala Hutabarat).
Bagi KoBer, “Pinangan” karya Anton Chekov sudah dipentaskan pertama kali pada tahun 2006, dan sekira 6 kali dipanggungkan di berbagai kota di Tanah Air. Sebelum ditampilkan pada perayaan hari jadi, naskah Chekov ini dihadirkan di Palembang, April 2014.
Naskah “Pinangan” Anton P. Chekov ini sudah dipentaskan hampir seluruh grup teater di Indonesia, bahkan dunia. Setiap kelompok teater dipastikan punya pendekatan dan gaya dalam memahaminya. Di tangan KoBer, “Pinanggan” mampu membuat penonton tertawa sepanjang pertunjukan.
Adalah Ari Pahala Hutabarat, sebagai sutradara, menangkap getaran humoris dalam “Pinangan” ini. Meski, boleh jadi, cerita yang dibangun Chekov ini sesungguhnya serius. Bicara soal hubungan cinta kasih (yang akhirnya) tak sampai. Sejatinya kedua pasangan kasih ini sudah mencinta, tetapi sebab masalah kecil yang justru dibesa-besarkan akhirnya fatal.
Melalui pendekatan tetaer rakyat dengan kultur Lampung—terlihat dari cara dialek ke-Lampung-an, celetukan para pemain yang terkesan asal “ceplos”—membuat pementasan ini menjadi “cair” dan komunikatif. Tidak itu saja, ketiga pemain KoBer, benar-benar hidup sekaligus menghidupkan pergelaran menjadi asyik, gembira, namun tetap punya hikmah.
“Pinangan” mengisahkan seorang pemuda bernama Deswan (Yulizar Fadli) hendak meminang putri H. Ibrahim (Ahmad Tohamudin) bernama Mega, yang notabene tetangga Deswan. Sayangnya, sang pemuda, begitu “gagap” tatkala hendak mengutarakan keinginannya, selain itu penyakit jantungan yang kerap kambuh.
Sementara H. Ibrahim adalah tokoh materialistis. Memandang suatu masalah dari untung-rugi, ia juga kamaruk dan tidak bisa disanggah pendapatnya karena fiil. Sifat-sifat yang dimiliki ayahnya itu, juga tertular pada diri Mega.
Ala film India: berjoget saat gembira... (foto: isb) |
Karena soal ladang ini menjadi pertengkaran antara Deswan dan Mega, hingga Deswan keluar dari rumah Ibrahim. Namun, ternyata Mega sangat ingin menjadi isteri Deswan. Upaya Ibrahim mendatangkan kembali Deswan membuat Mega tak jadi bunuh diri.
Tetapi kedatangan Deswan yang kedua kali ini, kembali berujung pertengkaan. Hanya soal anjing peliharaan mereka, Deswan dan Mega yang dibantu sang ayah ricuh lagi. Deswan nyaris mati karena penyakitnya.
Pertunjukan berdurasi sekira 60 menit ini begitu cepat. Sepertinya Ari Pahala Hutabarat terlalu “pelit” sehingga tak memberi jeda untuk sekadar menarik napas. Pasalnya, pementasan ini mengaduk rasa tawa penonton dari awal menjelang akhir pementasan.
Kekuatan para pemain yang seimbang dan rasa humor yang dimiliki masing-masing aktor adalah faktor keberhasilan pertunjukan ini menjadi berhasil. Juga sepanjang 60 menit penonton dibuat “gerrr”.
Tampaknya Ari Pahala Hutabarat suka dan lebih memilih speed cepat, seperti pengebut di jalan raya yang ingin segera sampai di garis finish. Sehingga tak terasa pementasan berakhir, padahal penonton masih ingin tertawa, ingin terhibur, ingin beriang.
Kita sudah capek direcoki perpolitikan di Tanah Air, berita-berita korupsi dan gosip, berlaga lantaran beda pilihan: Jokowi atau Prabowo. Yes! KoBer memang rock ‘n roll!
0 komentar:
Posting Komentar