Gunung Banten dan Ratusan Kera yang Menunggu



Isbedy Stiawan ZS/Teraslampung.com


Gunung Banten (teraslampung.com)


BANDARLAMPUNG—Ada tiga gunung (tepatnya bukit) di kawasan Kedaton yang dikenal masyarakat luas, yaitu Gunung Sula, Gunung Banten, dan Gunung Perahu.

Ketiga gunung itu acap disebut gunung tiga jari—atau speerti tiga jari: telunjuk, tengah, dan jari manis. Tetapi, tak ada yang bisa memberi alasan kenapa disebut “gunung tiga jari” ini. Seperti juga, seorang warga menyebut ketiga gunung itu seperti (kaki) tungku.

“Itu kalau dilihat dari udara, memang seperti itu. Seperti (kaki) tungku,” kata seorang warga di sekitar Gunung Perahu.

Kecuali Gunung Sula, dua gunung lainnya bertetangga. Keberadaan Gunung Banten dan Gunung Perahu di Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Kedaton, Bandarlampung.

Gunung Perahu agak ke dalam dari Jalan Teuku Umar dan dekat pemakaman warga beragama Katolik, sementara Gunung Banten dapat dilihat dari Jalan Teuku Umar Kedaton.

Menurut cerita, dinamakan Gunung Banten karena di puncak gunung itu ada sebuah makam, konon orang Banten. Makam tersebut tanpa nisan, hanya sebuah tanda bahwa itu adalah kuburan manusia.

Mengenai makam orang Banten, tak seorang warga di sekitar itu pernah melihatnya. Mereka hanya yakin di atas gunung ada sebuah makam, yang kemudian terpatri menjadi nama gunung ini.

Gunung Banten memili kekhasan. Di perut gunung yang masih hijau ini, menjadi rumah bagi ratusan kera. Menurut warga, kera-kera itu sudah ada di dalam hutan Gunung Banten sudah lama. Sekira 200 ekor hidup dan beranak-pinak.

Kawanan hewan berekor panjang itu bila mencari makan selalu berkelompok. Kera-kera di Gunung Banten cenderung liar, berbeda dengan yang ada di Hutan Monyet Tirtayasa Telukbetung yang mau mendekati orang.

Walaupun liar,  namun tidak mengancam keselamatan manusia. Umumnya kawanan kera di sini, lebih dulu lari atau bersembunyi dalam rimbunan pohon tatkala melihat manusia. Sehingga warga hanya dapat melihat kera itu turun dari pohon untuk mengambil makanan yang dilempar orang, setelah itu mereka kembali ke gunung.

Fenomena kera di Gunung Banten yang berada di dalam Kota Bandarlampung itu, kerap dijadikan tontonan menarik warga. Tak sedikit masyarakat mendatangi Gunung Banten membawa pisang agar kera-kera itu turun dan mendekat.

Fenomena menarik ini sebenarnya bisa dijadikan objek wisata dalam kota, selain Hutan Kera di Tirtayasa, Telukbetung.

Mbah Daman (82 tahun, saat ditemui 13 Februari 2012, Red.), warga Jalan Kelelawar Gang Banten bersama isterinya sejak tahun 1960 itu, seperti “bapak” bagi kawanan kera ini. Setiap hari. dia seperti menunggu disambangi para kera untuk meminta makanan.

Warga setempat akhirnya menganggap Mbah Daman adalah “kuncen” (juru kunci) Gunung Banten dan “seisinya”. Pasalnya, setiap warga dari luar hendak berkunjung ke gunung itu dipastikan akan pamit padanya.

Gunung Banten masih lebat oleh pepohonan ukuran besar, dan hutan bambu. Bentuknya juga masih curam. Pendaki masih sulit menaiki puncaknya, terutama bila dari Jalan Kelelawar Gang Banten.

Untuk sampai ke kawasan Gunung Banten, bisa melalui Jalan Kelelawar atau Gang Valentine, juga Gang Bhakti. Dari Pasar Koga, Kedaton, gunung tersebut sudah tampak sekali.

Gunung Banten sudah tak asing lagi bagi warga Kedaton. Dipastikan jika bertanya, warga sekitar akan menunjukkan. Jadi, tak perlu khawatir akan pulang tanpa menemui gunung ini.

Masyarakat kerap mengunjungi Gunung Banten untuk menikmati kawanan kera, yang berlompatan dari satu pohon ke pohon lain. Atau menuruni ranting untuk mengambil makanan yang disediakan pengungjung, setelah itu melompat ke ranting untuk naik ke pohon dan menyantap makanan—terutama pisang.

Gunung Banten tak hanya dikenal sebagai rumahnya kera yang menghibur, tetapi gunung ini juga memiliki cerita mistis. Itu sebabnya, salah satu stasiun TV swasta di Jakarta, pernah mengambil salah satu episode tayangan misteri di daerah ini.

Pengambilan gambar itu gagal, karena “penunggu” Gunung Banten lebih perkasa dibanding paranormal yang dibawa kru teve swasta tersebut.

Tentu cerita-cerita mistis lain berkembang di bibir warga. Seperti dituturkan Naryo, warga yang tinggal persis di dekat Gunung Banten.

Katanya, tidak ada warga yang berani melukai atau sampai mematikan kera di Gunung Banten. Ada warga yang pernah meracun kera, tak lama dari itu orang tersebut mati. Atau ada warga yang menembak seekor kera hingga tewas, penembak itu pun meninggal karena kecelakaan.

Percaya atau tidak, kata Naryo, namun cerita ini pernah terjadi. “Seperti juga ada yang hendak menembak justru senapannya patah,” kata Naryo.

Sedangkan warga lain menceritakan, seekor kera yang diketapel seorang anak hingga matanya rusak. Sejak itu, anak-anak yang melintas dekat Gunung Banten akan dikejar oleh kera yang matanya cacat itu.
Sejatinya Gunung Banten berpotensi dijadikan salah satu objek wisata di Kota Bandarlampung. Khususnya kera-kera yang berkeliaran dan akan turun jika diberi makanan. Seperti terjadi di Hutan Kera, Telukbetung.

Sayangnya, Pemerintah Kota Bandarlampung sepanjang ini belum melihat potensi itu. Kalau ini dibiarkan, dikhawatirkan pada masanya kera-kera itu migrasi atau mati karena hutan di situ dibabat dan Gunung Banten—seperti bukit-bukit lain di Bandarlampung—digerus tak bersisa.

Jangan sampai nasib Gunung Banten yang rata dengan tanah, seperti dialami Gunung Kunyit, Bukit Camang, dan lain-lain.

Sebab, warga kota merindukan paru-paru dari kehijauan alam.




0 komentar:

Posting Komentar

 
© 2009 CONTOH TAMPILAN | Powered by Blogger | Built on the Blogger Template Valid X/HTML (Just Home Page) | Design: Choen | PageNav: Abu Farhan