Samsul Ridwam |
"Lembaga perlindungan anak akhir-akhir ini mendapat perhatian banyak pihak, mulai presiden hingga masyarakat. Hal ini menyusul terbukanya kasus kekerasan terhadap anak, khususnya kejahatan seksual, yang pada kwartal pertama, Januari—April 2014 tercatat lebih dari 450 kasus di Komnas Perlindungan Anak (KPA)," kata Samsul Ridwan, Minggu (25/5).
Samsul Ridwan mengatakan, Gerakan Nasional Melawan Kejahatan Seksual dan istilah Darurat Nasional Kejahatan Seksual yang pernah diangkat Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) pada Desember 2012, baru mendapat respon serius dari pemerintah pada tahun ini, dengan akan diterbitkannya Inpres Anti Kejahatan Seksual pada Anak.
Menurut Samsul, menyusul makin banyaknya pihak yang empati sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam perlindungan anak, lahirlah beberapa organisasi peduli anak. Yakni salah satunya adalah Lembaga Perlindungan Anak (LPA) baik tingkat Prov/Kab/Kota.
“Kami sangat mengapresiasi dan mendorong agar gerakan perlindungan anak makin kuat dan masif. Namun, lahirnya dan bertambahnya organisasi ,ternyata tidak secara otomatis berpengaruh signifikan pada perlindungan anak. Bahkan tidak jarang, pendirian lembaga (LPA) di daerah, seringkali melenceng dari tujuannya,” kata dia.
Kelembagaan LPA di daerah-daerah, kata Samsul, harus dibenahi agar kinerjanya baik dan tidak dijadikan alat oleh oknum tertentu.
“Beberapa LPA di daerah seperti, di Provinsi/Kab/Kota di daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi ada yang justru digunakan oleh pengurusnya untuk mencari keuntungan pribadi, dijadikannya sebagai kendaraan politik, dan alat bergaining kasus," papar dia.
Samsul mengatakan untuk membenahi LPA di daerah, Komnas Anak sebagai induk organisasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) tingkat Prov/Kab/Kota seluruh Indonesia melakukan beberapa pembenahan. Antara lain, pertama, berdasarkan AD/ART Komnas Anak, pasal 6, pasal 8, dan pasal 17 bahwa LPA Provinsi bagian dari Komnas Anak dalam melaksanakan program perlindungan anak di ting provinsi. LPA Provinsi harus mendapat Surat Keputusan (SK) dari Komnas Anak.
Kedua, dasar ART, penggunaan kesamaan logo/lambang Komnas Anak oleh LPA harus yang sudah mendapat SK dari Komnas Anak. Ketiga, SK dan Logo LPA Kab/Kot ayang dapat SK dari LPA Provinsi, Jika ada pihak-pihak yang memanfaatkan tidak sesuai dengan AD/ART.
“Kami akan menertibkan baik secara organisasi/hukum," kata dia.
Menurut Samsul, LPA Provinsi yang sah adalah di bawah kepemimpinan sdr. M. Zainuddin (mantan Ketua LPA Lampung Selatan). Sementara LPA Kab/Kota di Provinsi Lampung yang sah adalah yg mendapat SK LPA Lampung di bawah kepemimpinan almarhum Budiono sebelumnya dan sekarang kepada saudara M. Zainuddin.
"Kami selaku Komnas Perlindungan Anak (KPA) hanya mengizinnkan pemakaian lambang/atribut/logo kepada LPA Prov/Kab/Kota di lampung yang sesuai degan AD/ART Komnas Anak," tegas dia.
Sementara Plt. Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Lampung, Muhammad Zainuddin saat ditemui di kediamannya mengatakan, menyikapi dengan adanya dualisme kepemimpinan lembaga perlindungan anak (LPA) di Provinsi lampung, maka Sekjen Komnas Perlindungan Anak (KPA) pusat sudah memberikan tanggapannya tentang aturan penggunaan nama dan logo LPA.
“Itu agar LPA yang ada di tingkat Provinsi, Kab/Kota menginduk kepada aturan komnas perlindungan anak (AD/ART) yang sudah dibuat oleh Komnas Perlindungan Anak. Tujuannya tadak lain agar LPA yang ada d tingkat Provinsi dan kab/kota, dalam menjalankan roda organisasi harus sesuai dengan aturan yang ada di AD/ART Komnas PA dan tidak dijadikan sebagai alat kendaraan politik oleh sekelompok orang, dan tidak dijadikan alat untuk memperoleh keuntungan pribadi,” kata Zaenudin.
0 komentar:
Posting Komentar