Putusan MK dan Kepastian Pemilu Serentak

Marwan Mas

Putusan Mahkamah Konstistusi (MK) pada Kamis (23/1/2014) atas uji materi UU Nomor 42/2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden terhadap UUD 1945 yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak, patut diapresiasi sebagai kemenangan bersama. Bukan hanya memenangkan pemohon, tetapi juga rakyat, partai politik (parpol), dan penyelenggara pemilu.

Dalam putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 menegaskan bahwa pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden/wakil presiden (pilpres) dilaksanakan serentak sebagai pemilu yang konstitusional. Dalam poin kedua amar putusan menyatakan: pemberlakuan pileg dan pilpres secara serentak baru dimulai sejak Pemilu 2019. Dengan demikian, ketentuan “presiden threshold” bagi parpol atau gabungan parpol untuk mengajukan calon presiden/wakil presiden tidak lagi relevan karena gugur dengan sendirinya. Setiap parpol peserta pileg dapat mengajukan calon pasangan tanpa syarat sejumlah kursi di DPR. Tetapi boleh saja DPR membuat pola lain untuk tetap menggunakan threshold. 

UUD 1945 tidak memisahkan penyelengaraan pileg dan pilpres, dan pemilu serentak didasarkan pada maksud UUD 1945, yaitu memilih anggota DPR, DPD, DPRD, dan memilih presiden/wakil presiden. Setidaknya pemilu serentak bukan hanya menghemat biaya dan waktu pelaksanaan, tetapi juga lebih efisien dan efektif bagi warga negara untuk melaksanakan hak pilih secara cerdas dan rasional. Sebagai gambaran, biaya pemilu 2014 disiapkan sebesar Rp14,4 triliun.

Tepat dan Bijaksana

Editorial Media Indonesia (24/1/2014) begitu baik mengurai bagaimana mitologi Yunani tentang keadilan yang dibuat tanpa perlu melihat. Ada kalanya keadilan bukan hanya menimbang benar dan salah. Sejatinya, keadilan juga perlu melihat kemaslahatan suatu bangsa. Itu sebabnya, keadilan tidak boleh hanya terpaku pada teks undang-undang, tetapi juga pada realitas sosial masyarakat dan politik.

Keadilan itulah yang diimplementasi MK dengan menyebut pemilu legislatif dan pemilu presiden yang digelar terpisah bertentangan dengan konstitusi. Tentu ada yang tidak puas, lantaran MK membuat putusan hambar, tetapi hal ini pernah dilakukan MK pada 19 Desember 2006, saat putusan permohonan uji materi terhadap sejumlah pasal UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). MK menyatakan Pasal 53 UU KPK yang mengatur Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bertentangan dengan UUD 1945. Namun, pembentukan UU Pengadilan Tipikor diberi waktu paling lama tiga tahun.

Kalau disebut putusan ini memenangkan semua pihak, karena sebelumnya banyak yang khawatir bila MK memutuskan pemilu serentak dimulai 2014 akan menimbulkan konflik. MK menilai, tahapan pemilu 2014 yang sudah berjalan akan kacau-balau dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru bertentangan dengan konstitusi. Kalau ada yang menilai putusan ini hambar tentu sah-sah saja, tetapi dari aspek kemaslahatan cukup tepat dan bijaksana.

Tepat dan bijaksana karena proses tahapan pemilu 2014 sudah mendekati akhir. Tahapan yang dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sekitar setahun ini sudah maksimal, meski masih ada yang harus diperbaiki. Mulai dari pendaftaran parpol, verifikasi parpol, pendaftaran dan penetapan calon anggota legislatif (caleg), hingga penetapan daftar pemilih tetap. Regulasi pelaksanaan kampanye juga sudah dibuat oleh DPR, pemerintah, dan KPU. Semua proses itu bukan hanya memakan biaya yang cukup besar, tetapi juga menyedot energi yang luar biasa berat.

Dalam kondisi yang sudah mendekati akhir itu, maka pemilu serentak untuk tahun 2014 berarti penyelenggara harus memulai lagi dari awal, terutama pada tahapan dan mekanisme pemilihan presiden/wakil presiden. DPR, pemerintah, dan KPU dipastikan akan kedodoran membuat peraturan perundang-undangan baru yang menjadi dasar hukum untuk menggelar pemilu serentak dalam waktu yang mendesak.

Politik Hukum

Adanya kepastian pemilu serentak 2019 membuat semua proses tahapan pemilu menjadi jelas, sehingga berbagai kehkawatiran akan terjadi chaos bisa dihindari. Tetapi tidak berarti pemilu 2014 dan pemilu serentak 2019 tidak rentan dari persoalan. Tugas kita semua untuk meminimalkan persoalan dan konflik yang kemungkinan terjadi. Yang jelas, MK sudah membuat putusan dan kita sepakat bahwa kepentingan bangsa di atas segalanya.

Meski setuju dengan putusan MK, tetapi secara akademik tetap ada pertanyaan. Kenapa uji materi yang diajukan Januari 2013 barulah diputus tahun 2014? Seperti diungkap oleh mantan Ketua MK, Mahfud MD bahwa putusan itu sudah ditetapkan pada Maret 2013, tetapi tidak dibacakan saat Mahfud masih menjadi ketua akibat keburu selesai masa tugasnya di MK. Inilah yang disebut dalam ilmu hukum sebagai “politik hukum” untuk mencegah kemungkinan terjadi kekacauan karena tahapan pemilu 2014 sudah berjalan.

Lamanya putusan dibacakan setelah rapat permusyawaran hakim Maret pada 2013, boleh jadi MK hati-hati atas implikasi yang muncul. Memang MK tidak terikat oleh waktu dalam memutus uji materi UU, tetapi selaku lembaga negara perlu menjelaskan masalah ini. Membaca klausul putusan bahwa pemisahan pileg dan pilpres bertentangan dengan konstitusi, berarti terjadi kontradiktif. Artinya, pemisahan waktu pelaksanaan pileg dan pilpres pada pemilu 2014 dengan sendirinya melanggar konstitusi.


Ini yang dipertanyakan Effendi Gazali dan Yusril Ihza Mahendra tentang keabsahan hasil pemilu 2014. Hasil pemilu 2014 yang masih dipisah pelaksanaannya tentu melanggar konstitusi menurut putusan MK, sehingga bisa dipersoalkan legitimasinya. Tetapi bacaan saya atas sikap hati-hati MK kalau putusan cepat dibacakan, minimal bulan April 2013, karena khawatir publik bergolak dan mendesak dilaksanakan tahun 2014. Sebab waktunya masih cukup untuk mempersiapkannya. Maka itu, MK harus menghitung konsekuensi setiap putusan dan harus lepas dari kepentingan dirinya.(*)

*Marwan Mas, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar

Tulisan ini pernah dimuat di Harian Fajar, Senin, 27 Januari 2013

0 komentar:

Posting Komentar

 
© 2009 CONTOH TAMPILAN | Powered by Blogger | Built on the Blogger Template Valid X/HTML (Just Home Page) | Design: Choen | PageNav: Abu Farhan