Kisah Lain: Cerita tentang Akil Mochtar (1)

KISAH LAIN 


Muhlis Suhaeri*

Akil Mochtar (dok Republika)
Namanya Akil Mochtar. Dia anggota DPR RI dari Komisi III. Akil juga calon gubernur Kalbar pada Pemilu Gubernur pada 15 Novemver 2007. Akil berpasangan dengan AR Mecer. Mecer pernah menjadi anggota MPR RI, sebagai utusan golongan periode 1999-2004. Mecer juga aktivis gerakan pemberdayaan ekonomi kerakyatan Pancur Kasih. Gerakan itu biasa disebut Credit Union (CU). Gerakan ekonomi ini cukup massif dan bekerja kongkrit dalam hal pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

Pasangan ini mendeklarasikan diri di GOR Pangsuma, Pontianak pada 7 April 2007. Ada delapan partai pengusung mendukungnya. Partai tersebut tergabung dalam Koalisi Rakyat Kalbar Bersatu (KRKB). Delapan partai ini memperoleh 288.578 suara atau 15,08 persen. Delapan partai pengusung itu PPDK, PNBK, PKPI, PPDI, PBB, Pelopor, PSI, dan PPNUI.

Pada Selasa (21/8/2007), Akil dan Mecer menjadi pasangan pertama yang mendaftar di KPUD Kalbar. Selepas pendaftaran, di hadapan para jurnalis, Akil berharap pelaksanaan Pilkada, berlangsung dengan adil, jujur, langsung, bebas dan demokratis. Dia ingin bersaing secara sehat. Karena inilah saatnya, gubernur dipilih secara langsung oleh rakyat. Mengapa dia ingin mencalonkan diri sebagai gubernur, karena tidak bisa dipisahkan kepeduliannya terhadap berbagai masalah di Kalbar. Masalah itu, salah satunya adalah kemiskinan. Mereka harus ditolong dari kemiskinan, kata Akil.

“Karenanya, jabatan yang ingin diraih bukan untuk suatu kekuasaan. Tapi untuk seluruh rakyat Kalbar,” kata Akil.

Kedua pasangan ini mengusung isu pendidikan, kesehatan, mengentaskan kemiskinan, perbaikan infrastruktur, perbatasan, pemekaran wilayah, dan lingkungan hidup. Setelah cabut undi, pasangan calon gubernur dan wakil ini mendapat nomor urut 3. Angka 3 diberi lambang dengan menjentikkan tiga jari. Simbol itu juga diidentikkan dengan lambang anak muda. Metal.

AKIL TERLAHIR dengan nama Rachmat Abdillah. Rachmat mempunyai makna karunia atau belas kasih. Abdillah berarti hamba Allah. Orang tuanya memberi nama itu dengan harapan, anaknya merupakan seorang sosok manusia yang akan selalu mengabdi pada Allah SWT. Dia terlahir pada bulan Ramadhan. Tepatnya, 18 Oktober 1960.

Hampir seluruh anggota keluarga, kedua orang tua maupun kakak-kakaknya, memanggilnya Bujang. Sampai sekarang pun, orang-orang tua di kampung kalau ketemu Akil selalu menyebut dengan Bujang Akil. Itu panggilan kasih untuk Akil. Ini hanya orang-orang tertentu saja. Cara mengucapkannya sama seperti kata Ujang.

Oleh pamannya yang bernama Den Mahmud, dia diberi nama Muhammad Akil. Den Mahmud saudara ibu Akil. Orang tua perempuan Akil dari Sambas. Jadi saudara ibunya kawin dengan Den Mahmud. Pekerjaannya guru mengaji dan guru silat di Putussibau.
Nama Muhammad Akil sebenarnya merupakan nama saudaranya yang kebetulan abangnya sendiri, dan berpangkat kapten. Den Mahmud ingin mengambil berkat dari nama itu. Orang yang biasa juga dipanggil Syeh Mahmud memang paling sayang dengan keponakannya.

Den Mahmud terbilang “ngotot” dan tetap memanggil bocah kecil itu, sesuai pemberian namanya. Akhirnya, hampir seluruh keluarga ikutan dengan memanggilnya Akil. Ketika bocah kecil itu mulai masuk sekolah, keluarga dekat bernama Syawaludin biasa dipanggil Bujang Syawal, mendaftarkannya ke sekolah dengan nama; Muhammad Akil.

Kedua orang tua tidak mempermasalahkan, nama Rachmat Abdillah diganti Muhammad Akil. Toh, saudara sendiri juga yang mengganti. Dan nama itu pula yang mengangkatnya.
Ya, kenyataannya, bocah kecil bernama Muhammad Akil, sekarang ini merupakan salah satu anggota DPR RI. Yang mewakili Kalimantan Barat di Gedung Wakil Rakyat, Senayan. Ia maju melalui Partai Golkar.

--

Muhlis Suhaeri
* Muhlis Suhaeri adalah jurnalis kelahiran Jepara, Jawa Tengah. SMAN 1 Jepara. Kuliah Jurnalistik di IISIP, Jakarta. Sekarang tinggal di Pontianak, Kalimantan Barat or West Borneo, Indonesia. Menulis buku "Di Balik Novel Tanpa Huruf R", film independen karya sutradara Aria Kusumadewa. Buku diterbitkan LKiS, Yogyakarta, 2004. Menulis buku biografi Benyamin S, "Muka Kampung Rejeki Kota", bersama Ludhy Cahyana. Buku diterbitkan Yayasan Benyamin S, 2005. Kontributor buku "21 Jurnalis Bicara Mengenai HIV/AIDS, Gender dan Orientasi Seks", LP3Y, Yogyakarta, 2006. Kontributor buku "Wajah Retak Media", AJI, Jakarta, 2009. Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak. Anggota Peace and Conflict Journalism Network (PECOJON) Indonesia dan Internasional. Mendapat undangan dari pemerintah Amerika Serikat, mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP), Februari-Maret 2010.

0 komentar:

Posting Komentar

 
© 2009 CONTOH TAMPILAN | Powered by Blogger | Built on the Blogger Template Valid X/HTML (Just Home Page) | Design: Choen | PageNav: Abu Farhan