ESAI
Oyos Saroso H.N.
Oyos Saroso H.N.
Bencana, apalagi yang menelan korban jiwa, berarti ada duka. Duka artinya kelam. Kelam itu hitam. Anehnya, di Indonesia yang kabarnya 90 persen penduduknya tidak buta warna, banyak bencana dihiasi warna ceria: warna-warna yang melambangkan partai. Maka lihat saja, di areal pengungsi bencana letusan Gunung Merapi yang menelan banyak korban jiwa beberapa tahun lalu umbul-umbul partai berjejer di sepanjang pinggir jalan. Pembungkus bantuan juga ada logo partainya. Warnanya senada dengan warna partai tertentu.
Umbul-umbul bergambar partai—dan tentu saja berwarna yang melambangkan partai tertentu—pasti tidak ujug-ujug njogrok atau hadir sendiri di sana. Ada tangan-tangan terampil yang menggerakkan, yaitu para kader partai. Tentu atas restu bos atau petinggi partai. Dan, sudah pasti ada alokasi dana untuk membuat, mendistribusikan, dan menancapkan di sepanjang pinggir jalan.
Para kader partai—terutama yang ghirahnya akan kuasa tidak terbendung—begitu bersemangat untuk hadir di lokasi bencana. Bukan sekadar untuk menolong korban dan meringankan penderitaan sesama manusia, tapi dengan embel-embel biar dicatat, diingat, biar dapat tempat di hati rakyat. Biar orang lain tahu ‘Partai A’ dengan nomor sekian dan warna anu HADIR di lokasi bencana. Nasihat agama agar jika kita berderma dengan tangan kanan tangan kiri jangan sampai tahu, ah, itu cukup masuk ke keranjang sampah.
Soalnya lambang bicara, Mpok! Warna bicara Bung! Memori tentang partai peduli bencana harus ditancapkan ke dalam otak dan hati rakyat yang terkena bencana . Syukur-syukur kalau disorot kamera televisi, lalu beritanya menyebar ke seantero Nusantara! HOPLA!
Begitulah partai pun hadir di sela-sela bencana Gunung Sinabung. Konyolnya, masih ada kader partai yang berperilaku membuat jijay anak abege hingga engkong-engkong. Ialah kader partai yang mengklaim bantuan bencana berasal dari dirinya atau partainya. Padahal, bantuan berasal dari pemerintah. Itu seperti istilah para duda sebelah: ingin hasilnya tetapi tidak mau berpeluh. Ingin ngopi tetapi tidak mau modal.
Kembali ke soal gambar dan warna. Seharian kemarin (Jumat, 24 Januari 2014) dumay (baca: dunia maya) dihebohkan oleh potret bergambar orang-orang berseragam menenteng tas besar bantuan untuk korban Gunung Sinabung. Bukan tubuh kekar penenteng tas yang jadi gunjingan, tapi gambar dan warna yang ada pada tas berwarna dasar putih itu: logo dan warna Partai Demokrat! Intinya: banyak kritik, sindiran, ocehan bau mengarah ke Gerbang Istana Cikeas. Presiden SBY ”difitnah” publik sebagai telah memanfaatkan pemberian bencana korgan letusan Gunung Sinabung untuk kepentingan partai berlogo mercy di dalam lingkaran itu.
Wajar kader Demokrat mencak-mencak. Mereka tidak terima partainya difitnah secara membabibuta-tuli. Bahkan, seorang kader Partai Demokrat ada yang minta agar penyebar foto-foto yang menistakan partai (yang konon mulia) untuk ke kantor polisi. Biar dipidanakan dan nyahok. Mereka marah karena ternyata foto yang sebenarnya adalah jepretan wartawan Kantor Berita ANTARA dan sama sekali tidak ada gambar lambang Partai Demokrat.
Sampai di sini mungkin kita bisa memaklumi kemarahan kader Partai Demokrat (dan mungkin Pak SBY). Tapi, bisakah kita sedikit jeli? Lihatlah dengan seksama terpal yang menyelimuti mesra truk-truk pembawa bantuan itu. Warna apakah selimut terpal itu? Biru Partai Demokrat! Lalu, apa warna dominan selain warna putih pada tas-tas itu? Biru Partai Demokrat!
Warna biru itu tidak hadir dengan sendirinya. Ia ada yang merancang. Maka, seandainya warna dominan simbol Partai Demokrat adalah ping atau hijau kelon, maka sekadar foto tas dan truk pembawa bantuan korban bencana itu tidak akan bikin heboh. Itu karena warnanya berbeda dengan dengan warna selimut truk pengusung bantuan dan tas-tas besar yang mengalur ke kampung bencana Sinabung yang membuat heboh itu.
Lagi pula, apakah tiap presidennya berganti maka warna dominan partai sang presiden akan berkuasa di mana-mana--termasuk di lokasi bencana? Janganlah lihat warna truknya, tapi perhatikan warna selimutnya! Lebih elok kalau warna selimut truk netral saja: warna hijau TNI atau warna Satpol PP.
Warna biru itu tidak hadir dengan sendirinya. Ia ada yang merancang. Maka, seandainya warna dominan simbol Partai Demokrat adalah ping atau hijau kelon, maka sekadar foto tas dan truk pembawa bantuan korban bencana itu tidak akan bikin heboh. Itu karena warnanya berbeda dengan dengan warna selimut truk pengusung bantuan dan tas-tas besar yang mengalur ke kampung bencana Sinabung yang membuat heboh itu.
Lagi pula, apakah tiap presidennya berganti maka warna dominan partai sang presiden akan berkuasa di mana-mana--termasuk di lokasi bencana? Janganlah lihat warna truknya, tapi perhatikan warna selimutnya! Lebih elok kalau warna selimut truk netral saja: warna hijau TNI atau warna Satpol PP.
Sebabnya jelas: warna juga bicara. Jadi, biar aman, tirulah Mas Sawung Kampret dari desa tetangga: tidak sudi main politik warna! Apalagi di sela-sela bencana.
0 komentar:
Posting Komentar