Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., L.L.M. |
“Ada tren terkini, meroketnya aktor swasta sebagai pelaku korupsi,” kata Kepala Pukat Korupsi UGM, Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., L.L.M., kepada wartawan saat menyampaikan laporan tren korupsi di Kantor Pukat Korupsi FH UGM, Bulaksumur E12, Senin (27/1).
Dalam pemaparan laporan tersebut, Zainal didampingi peneliti Pukat Korupsi lainnya, Hifdzil Alim, Oce Madril, Zaenur Rohman, dan Fariz Fachriyan. Berdasarkan hasil temuan Pukat Korupsi UGM, terdapat 67 pelaku korupsi dari Agustus 2013 sampai dengan pertengahan Januari 2014 yang ditangkap penegak hukum. Swasta menduduki peringkat teratas, yakni 22 orang, disusul pemerintah daerah 18 orang, dan posisi ketiga adalah BUMN 10 orang. “Pada periode sebelumnya, urutan pertama pelaku korupsi selalu diduduki oleh pemerintah daerah,” katanya.
Menurut Zainal, keterlibatan aktor swasta sebagai pelaku korupsi karena ingin membeli produk kebijakan negara demi memperoleh keuntungan baik langsung maupun tidak langsung. Dia merujuk pada beberapa pengusaha yang menjadi pelaku suap pada kasus pilkada Gunung Mas dan Pilkada Lebak yang melibatkan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.
Selain itu, tambah Zainal, menjelang pemilu sangat dimungkinkan banyak fasilitas negara yang digunakan dalam upaya pemenangan pemilu oleh pejabat negara. Pengalaman selama dua periode pemilu sebelumnya, katanya, ditengarai BUMN banyak dijadikan sebagai sapi perahan partai dan maupun pejabat negara. “BUMN ini perlu kita awasi. Kita khawatir BUMN yang memiliki dana lebih dari Rp 600 trilliun menjadi bancakan sebelum pemilu,” tegasnya.
Sementara Hidfzil Alim, lebih menyoroti fenomena dinasti politik yang berkembang di daerah yang menurutnya sangat rawan korupsi. Yang disesalkan lagi, banyak posisi pejabat publik yang seharusnya diisi orang yang berkompeten namun berasal dari kalangan keluarga pejabat daerah. Hal itu dilakukan untuk memudahkan rekanan mereka untuk mendapatkan proyek infrastruktur.
“Check and balance menjadi tidak berjalan. Implikasinya pada proyek infrastruktur di daerah yang terbengkalai. Bukan kontraktor ahli yang mengerjakan tapi kontraktor yang mendekat pada dinasti,” imbuhnya.
Hifdzil merujuk dari berbagai proyek pembangunan seperti jembatan, jalan, dan bangunan sekolah yang seharusnya bisa bertahan lebih lama namun selalu mendapat gelontoran dana untuk perbaikan di setiap tahunnya.
Dalam laporan Tren Korupsi yang dibacakan Zaenur Rohman, total kerugian negara yang tercatat hingga akhir tahun 2013 sebesar lebih Rp 275 milyar. Jumlah ini adalah total dari kerugian negara dari 61 kasus yang dipantau oleh tim peneliti Pukat Korupsi FH UGM. (Gusti Grehenson/UGM)
0 komentar:
Posting Komentar