Bandarlampung,Teraslampung.com - Status kawasan hutan kota Bandarlampung di Wayhalim sebagai ruang terbuka hijau dipertanyakan kalangan lembaga swadaya masyarakat di Lampung.
Sikap kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu mengemuka menyusul putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang yang memvonis bersalah Mintardi Halim alias Aming Direktur PT HKKB yang memalsukan surat kepemilikan lahan tersebut.
Menurut Chandra Muliawan, Kepala Divisi Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) YLBHI LBH Bandarlampung, Senin (18/11) malam, pasca-putusan PN Tanjungkarang atas Mintardi Halim alias Aming itu membawa implikasi terkait status penguasaan lahan eks. HGB yang dipegang oleh PT Way Halim Permai di Desa Jagabaya seluas 12,6 hektare.
Aming divonis bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama 1,5 tahun karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat (2) KUHP, katanya.
Chandra mengatakan, Aming terbukti bersalah melakukan pemalsuan surat peralihan hak keperdataan atas tanah yang dibuat pada tanggal 23 Juli 2009 dari PT Way Halim Permai kepada PT HKKB (PT Hasil Karya Kita Bersama).
Menurut dia, PT HKKB pada 23 Juli 2009 melakukan perikatan dengan PT Way Halim Permai mengenai pelepasan hak keperdataan terhadap eks sertifikat HGB PT Way Halim Permai No. 38/KD di Desa Jagabaya seluas 80.200 m2, sertifikat HGB No. 39/KD di Desa Jagabaya seluas 10.000 m2, sertifikat HGB No. 40/KD di Desa Jagabaya seluas 10.000 m2 yang berada di atas tanah negara.
Seluruh tanah tersebut dengan biaya yang diakui dengan surat peralihan tersebut sebesar Rp 16 miliar.
Kemudian mengenai hal peralihan tersebut, Aming terbukti bersalah memalsukan surat peralihan tersebut, ujar Chandra.
Berdasarkan surat yang terbukti palsu tersebut, lalu Aming memohonkan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mensertifikatkan kembali dan terbitlah surat hak atas tanah yang diterbitkan pada 1 Februari 2010, HGB No. 44/HGB/BPN.18/2010.
Pemerintah melalui surat ini, memberikan hak kepada PT HKKB, untuk mengubah Taman Hutan Kota (THK) Way Halim dari fungsi awalnya sebagai ruang terbuka hijau (RTH) menjadi perkantoran dan rumah toko (ruko).
Hak Guna Bangunan yang kini dimiliki PT HKKB juga tidak sesuai dengan Tata Ruang Wilayah Kota Bandarlampung dan Perda Kota Bandar Lampung No. 04 Tahun 2004 tentang Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandarlampung tahun 2005-2015.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 61, setiap orang wajib menaati rencana tata ruang dan mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang.
Akan tetapi, ujar Chandra Muliawan, kemudian permasalahan tersebut diperkeruh dengan direvisi Perda RTRW Kota Bandarlampung No. 04 Tahun 2004 menjadi Perda No. 10/2011 tentang RTRW.
Perda No.10/2011 ini telah mencabut peruntukan THK Way Halim sebagai kawasan hijau dan mengalihfungsikannya menjadi kawasan bisnis.
Saat ini, permasalahan terkait status lahan tersebut menjadi terbuka kembali dengan terbukti bahwa surat yang dipakai Aming selaku Direktur PT HKKB adalah hasil pemalsuan dengan surat tersebut seolah-oleh adalah surat asli.
Berdasarkan hal ini, LBH Bandarlampung, Serikat Hijau Indonesia (SHI), Watala, dan sejumlah elemen masyarakat lainnya, seperti SPRI, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), TPP, FORSIKAPI, Walhi, Jaringan Radio Komunitas Lampung (JRKL), Humanika, Dewan Rakyat Lampung (DRL), KPL, PRD, Gabungan Petani Lampung (GPL) telah berdiskusi untuk menyikapi upaya pencarian keadilan dan kejelasan status RTH Taman Hutan Kota Bandarlampung.
Sejumlah elemen tersebut menyatakan siap memasang spanduk di lokasi Taman Hutan Kota dan menuntut kejelasan statusnya sebagai ruang terbuka hijau yang dikembalikan fungsinya seperti semula.(tim)
0 komentar:
Posting Komentar