Pak Zaini bersama istri, Teguh Prasetyo (pegiat Save Daswati), dan pengurus LampungPeduli. |
Batik yang dikenakan Pak Zaini, begitu ia disapa peserta diskusi, sudah mulai tak cerah. Persis tuanya dengan tas berisi arsip-arsip penting yang ia tenteng.Tidak tampak bila beliau salah satu “pahlawan” pendiri Provinsi Lampung. Namanya pun tidak popular bak selebritas atau tokoh. Di Lampung saja, namanya kalah tersohor dengan nama calon legeislatif yang mejeng di pohon-pohon!
Begitulah nasib sebagian besar “pahlawan” kita hari ini. Pak Zaini satu dari sekian banyak pejuang yang terlupakan kemajuan zaman. Pahlawan ketika berjuang memang tidak pernah berniat namanya tenar dan patut dikenang.
Mereka terbiasa bekerja dan berkarya hanya untuk kejayaan Indonesia. Mereka tak pernah berfikir di kemudian hari gelar pahlawan melekati nama mereka. Jangan heran, pemberian gelar pahlawan pada masa kini harus didukung dengan bukti-bukti otentik, bukan sekadar pengakuan pribadi.
Mancari bukti-bukti otentik yang menyatakan bahwa Pak Zaini adalah pahlawan tentu tidak mudah, mengingat pemerintah negeri ini sudah mulai rabun dalam memandang sejarah dan kebenaran.
Jangankan kisah Pak Zaini yang sudah puluhan tahun lewat, kisah para atlet yang mengharumkan negeri ini dengan bukti sederet piala penghargaan saja masih sering lepas dari perhatian pemerintah, terutama pemerintah daerah.
Pengakuan Pak Zaini, dirinya salah satu dari dua belas orang anggota persiapan pembentukan Daerah Swatantra Tingkat (Daswati) I Lampung.
Lelaki kelahiran Tebingtinggi, 5 Mei 1934 ini mengisahkan keterlibatannya di dalam penitia Daswati I Lampung berawal dari ajakan Achmad Ibrahim. Sejak itulah beliau selalu mengikuti kegiatan rapat yang diadakan di kediaman Achmad Ibrahim di Jalan Tulangbawang, Enggal, Bandarlampung.
Panjang kisah yang dituturkan Pak Zaini pada tahap awal perjuangan pemisahan Lampung dari Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel). Ujungnya, perjuangan itu membuahkan hasil kala timnya itu bertemu dengan Presiden RI Soekarno di Istana Bogor pada 10 Mei 1963.
Pertemuan dengan Bung Karno itulah yang menjadi kenangan tak terlupakan baginya. Fotonya ia pajang di rumah tipe sederhana atas kebaikan mantan Gubernur Lampung Oemarsono.
“Saya sakit hati ketika pernah ada orang yang menyebut kalau foto itu bohong,” ujarnya menahan air mata ketika LAMPUNG PEDULI berkunjung di rumahnya yang ditempati tiga KK.
Pada 13 Februari 1964 terbitlah Perpu No. 3 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daswati I Lampungyang berdiri sendiri, memisahkan diri dari Sumbagsel. Usai itu Zaini pun seperti tertelan hiruk-pikuk perpolitikan masanya sampai Gubernur Lampung Oemarsono pada tahun 90-an ingin menetapkan ulang tahun Lampung, Pak Zaini orang yang bisa menunjukkan dokumen yang berkaitan dengan pembentukan Provinsi Lampung.
“Saya sudah lama tidak pernah lagi mendapatkan undangan memperingati ulang tahun Lampung. Terakhir di masa Gubernur Oemarsono dan Tursandi Alwi,” aku Pak Zainiyang mengisi waktu bersama istri, anak-cucu, dan beribadah ke masjid yang tak jauh datri rumahnya di Perumahan Karunia Indah, Sukabumi, Bandarlampung.
0 komentar:
Posting Komentar