Konferensi Muslim Dunia di Ponpes Salafiyah Syafi’iyah, Situbondo (dok nuonline.com) |
Situbondo, teraslampung—Forum Konferensi Ulama Internasional yang dihadiri pemikir dan ulama di pelbagai belahan dunia Islam, digelar di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Jl. K.H.R. Syamsul Arifin, Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, Minggu (30/1). Forum ini akan membahas sejumlah persoalan politik, ekonomi, dan hubungan Islam dan negara yang terjadi di negara-negara Islam.
Konferensi ulama yang digelar selama dua hari, pada Sabtu-Minggu ini mendengarkan penjelasan dari ulama dari Timur Tengah yang membahas soal Arab Spring, atau perang di beberapa negara Timur Tengah.
Direktur Pelaksana Internasional Confrence of Islamic Scholars (ICIS) Dr. Nasihin Hasan mengatakan konferensi ini sengaja ditempatkan di pesantren antara lain agar peserta konferensi yang datang dari pelbagai belahan negara bisa menjadikan model pesantren sebagai pengembangan agama yang rahmatan lil alamin.
Forum internasional yang dibuka Sabtu kemarin (29/3) mengarah penguatan jaringan ulama internasional untuk meneguhkan kembali nilai-nilai Islam moderat.
“Melewati ratusan tahun Islam berkembang di Indonesia tanpa mengalami masalah. Tetapi belakangan misi Islam moderat di Indonesia ini rusak ketika datang misi yang dibawa oleh sekelompok orang dari luar negeri. Dampaknya, menghadap-hadapkan antara Islam dan negara, kelompok Islam dan kelompok Islam yang berbeda, dan pada gilirannya antara Islam dan lain agama,” kata KH Hasyim Muzadi, Sekretaris Umum ICIS KH Hasyim Muzad, dengan bahasa Arab.
K.H .Hasyim Muzadi mengatakan konferensi itu membahas banyak hal dari dalam negeri dan luar negeri. Antara lain masalah perang di sejumlah negera Timur Tengah, dan kondisi Indonesia pascareformasi.
Sementara itu pengasuh pesantren Salafiyah Syafi’iyah, K.H.R. Ahmad Aza’im Ibrahimi menyebutkan profil pesantren ini yang memasuki usia ke-100 tahun dengan semangat penyelesaian atas persoalan NU, umat Islam, bangsa, bahkan dunia.
“Pesantren ini banyak melahirkan pejuang. Saat pergerakan kemerdekaan, pesantren ini mengoordinir preman untuk dijadikan pejuang kemerdekaan. Di pesantren ini tahun 1983, NU melahirkan pernyataan fenomenal perihal hubungan Islam dan Pancasila,” terang KHR Ahmad Aza’im Ibrahimy di hadapan sedikitnya 1000 orang.
“Kita, Indonesia memang ingin menunjukkan kepada dunia bahwa pesantren terlebih lagi salafiyah memang sejak awal merupakan basis perlawanan terhadap persoalan di zamannya,” kata Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu RI, Esti Andayani.
Sumber: NU Online
0 komentar:
Posting Komentar