Rough Amhetys |
Pengunjungnya pun tidak sedikit. Mereka ada yang sekadar ingin menikmati keindahan ragam akik, atau memilih batu cincin yang bagus dengan harga murah. Pengunjung lain ada yang mencari cincin yang pas untuk batu akik yang dimilikinya.
Ternyata penyuka batu akik demikian menjamur. Para “penggila” akik ini, biasanya membawa senter atau handphone yang juga memiliki lampu senter. Senter dan lampu telepon genggam berfungsi untuk melihat kualitas batu memang dengan cara seperti itu. Bagi yang paham soal batu akik, cukup melihat warna atau bentuk, sudah tahu nama akik tersebut.
Berbagai pameran batu akik dan permata kerap digelar di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Lampung. Tiap pameran, pengunjungnya selalu membeludak. Artinya, animo masyarakat untuk mengenal atau menambah wawasan tentang batu akik memang lumayan bagus. Pameran batu akik yang berlangsung—25 hingga 27 Maret 2014—di Gedung Wanita Metro yang digelar Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disdikbudpora) bekerja sama dengan Dewan Kesenian Metro, misalnya, setiap harinya ramai pengunjung.
“Para pengunjung ada yang hanya melihat, menikmati batu akik. Tetapi, tak sedikit yang langsung membeli,” kata salah satu peserta pameran batu akik, Senin (25/3) malam.
Harga batu akik di pameran ini sangat variatif; dari Rp150 ribuan hingga Rp4 juta. Pembelinya juga bukan hanya warga Metro dan sekitarnya, tetapi ada yang datang dari Jakarta.
Susan Melone, pengoleksi dan pebisnis batu akik asal Tanjungbintang, membenarkan bahwa masyarakat banyak yang menyukai batu akik. Bagi yang sekadar penyuka, kata Susan, mereka hanya menunggu diberi orang atau memburu di lahan-lahan yang diduga mengandung batu akik. :Kemudian mereka memotong dan menggosok sendiri, dengan peralatan sederhana,” jelas Susan.
Batu-batu bergambar |
Harga batu akik terkadang tidak masuk akal. Yang murah memang banyak. Namun, yang harganya hingga ratusan juta juga tidak sedikit jumlahnya.
“Orang yang benar-benar menyukai batu aki, ia mau membeli dengan harga tinggi sekalipun. Sebuah batu akik saya, yakni bungur, pernah dibeli orang luar negeri seharga Rp400 juta,” ujar Susan Melon.
Memang bisnis batu akik tak selamanya cepat mengeruk keuntungan. Dalam bisnis akik, seperti orang mau melamar. Ada mahar. Kalau tertarik, berapapun harganya dibayar. Tetapi, bisa saja pemilik batu akik memberi cuma-Cuma kalau meyakini bahwa akiknya memang sudah jodoh kepada orang yang akan diberi.
“Batu akik milik saya ini sering dan tak sedikit member atau diminta orang yang datang. Saya pun sukacita memberinya kalau diminta. Tetapi, kalau merasa tak cocok, tamu itu mau membeli pun tidak saya jual,” kata Heri, pengrajin batu akik di Rawasubur, Enggal, Bandarlampung.
Hal itu juga diakui Susan Melone. Apalagi tamu yang datang ke rumahnya untuk memburu batu akik, tak jarang dari kalangan pejabat, pengusaha, dan legislatif. Umumnya, kata Susan, mereka memang mau membeli. “Tetapi, saya juga tetap menyilakan mereka mengambil akik yang saya sediakan di piring,” katanya.
Jadi, bisa saja sebuah batu akik berharga tinggi, namun pembeli bisa mendapatkan beberapa akik yang belum diikat dengan cincin. “Bisnis cincin ini bukan seperti bisnis barang lainnya, di sini perkawanan lebih diutamakan,” jelas Susan lagi.
Sejak booming batu akik, di daerahnya kini makin menjamur tukang potong dan pengasah. Selain itu, ada yang menggeluti penggalian batu. Sedangkan Susan, lebih banyak hanya mempekerjakan orang: dari penggali, pemotong, hingga mengasah batu akik.
Setelah terkumpul banyak, ia pun membeli emban—biasanya di Jakarta—terbuat dari perak. Untuk mengikat batu akik pun, ia juga mengupah orang.
Setelah itu, cicncin-cincin yang sudah ada batu akik dari berbagai jenis dan nama, ia masukkan ke dalam kotak. Kemudian ia bungkus dengan lakban. Kotaj-kotak ini siap dipasarkan: baik di dalam provinsi, maupun luar Lampung hingga mancanegara.
“Bisnis batu akik ini benar-benar menjanjikan,” katanya lagi.
*
Suseki (batu alam) |
Dikatakan Susan Melone, batu akik asal Tanjungbintang saat ini banyak dicari orang. Karena kualitasnya lebih baik dibanding daerah lain yang sama-sama penghasil batu akik. “Bahkan, bungur Tanjungbintang menjadi nomor wahid di Indonesia,: katanya tersenyum.
Sehungga, banyak batu akik dari sini dikirim ke luar negeri lalu diakui sebagai produk negara bersnagkutan. “Lucunya ada pejabat di Lampung ini membeli bungur di Prancis seharga Rp60 juta. Padahal, setelah diamati, akik itu berasal dari Tanjungbintang,” jelas Susan sambil tertawa.
Batu akik bungur asal Tanjungbintang memang selalu diburu orang. Dan, sampai kini masih banyak dan sampai puluhan tahun ke depan atau lebih, tidak ada akan kehabisan. “Bungur selalu diburu pengolah di sini, karena banyak yang cari,” katanya.
Karena itu, Susan menambahkan, menjadi bisnis batu akik saat ini sangat menjanjikan. “Ya, awalya memang banyak mengeluarkan uang. Tapi kalau sudah dikenal, malah sebaliknya: mengumpulkan uang dari batu akik ini.”
Prosfek cerah ini, sekarang tengah menggejala di Tanjungbintang. Ramai-ramai menjadi pengolah, pemoting, dan ataupun pengasah batu akik. Warga membuka toko kecil untuk memajang beragam batu akik dan cincin.
“Yang datang untuk membeli, selain dari kota lain di Lampung, juga banyak dari Palembang, Jakarta, Indramayu, Bandung, dan lainnya,” kata salah seorang pebisnis akik.
Baca juga: Jejak, Kisah Batu Akik dari Tanjungbintang
Baca juga: Pendekatan pada Batu Akik
0 komentar:
Posting Komentar