Ragam akik (foto isb) |
Sejak 1970-an masyarakat setempat terperangah, karena hampir seluruh tanah di Tanuungbintang, Kabupaten Lampung Selatan ini, menyimpan kandungan batu akik dan permata. Batu akik bungur, terbaik nomor satu di Indonesia, ada di Tanjungbintang. Batu-batu akik itu diburu oleh pengoleksi akik dari pelbagai belahan dunia.
Tanjungbintang bisa ditempuh dari Panjang melalui daerah Subang. Atau dari Jalan Tirtayasa, Campangraya, Kota Bandarlampung melalui Jalan Ir. Sutami dan masuk ke Tanjuungbintang. Hanya saja, ruas jalan menuju ke Tanjungbintang, baik dari Panjang maupun dari Campangraya benar-benar rusak parah. Perjalanan menjadi lamban, lantaran harus menghindari jalan berlubang.
Tanjungbintang, semula sebagai daerah bagi penempatan transmigran TNI asal Pulau Jawa, melalui program barisan rekonstruksi nasional (BRN). Mata pencaharian penduduknya sebagian besar sebagai petani.
Sejak daerah ini dikenal sebagai penghasil batu akik dan permata, warga setempat pun berbisnis penghias cincin ini. Warga menekuni pekerjaan sebagai pengrajin batu akik dan permata. Dari penggali, pemotong, hingga mengasah batu akik.
Di antara pelaku bisnis batu aki di Tanjungbinyang, Susan Melone adalah nama tak asing bagi penduduk setempat maupun para pengoleksi batu akik. Susan Melone menekuni bisnis batu akik sudah sangat lama. Ia termasuk pioner untuk memperkenalkan batu akik Tanjungbintang ke luar Lampung dan luar negeri.
Susan Melone (ist) |
Setelah jadi akik, ia pun mengikatnya dengan cincin (emban). Sedikitnya, saat ini, ada seribu batu akik yang sudah diikat pada cincin. Dan, seribu lebih lagi yang belum diberi cincin.
Cincin ber-akik lalu ia kirim ke kolega-koleganya, baik dalam provinsi maupun luar Lampung, dan bahkan luar negeri. Harga tertinggi yang pernah ia peroleh adalah Rp400 juta per-batu.
Menurut Susan Melone, daerah Tanjungbintang selain memiliki kandungan batu akik, seperti bungur, juga mengandung granit, dan pasir berkualitas baik.
Sejak batu akik dari daerah ini memiliki kualitas baik, banyak warga yang memburu batu ke sini. Para penggali batu secara tradisional pun mencari area, yang dipekirakan menngandung batu akik atau batu permata.
Hampir seluruh warga di Dusun Jatibaru menekuni sebagai pengrajin batu akik. Sehingga daerah ini dikenal sebagai pusat pengrajin akik dan permata. Setiap rumah memiliki mesin pemecah batu, pengasah atau penggosok, dan finishing.
“Tidak seperti dulu kami sulit mencari pekerja yang memotong dan mengasah akik. Sekarang, bisa dilihat hampir setiap rumah menjadi pengrajin,” kata Susan Melone.
Dia menambahkan, sejak batu akik dan permata asal Tanjungbintang banyak diburu orang, akhirnya menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga setempat. “Kami bersukur, setidaknya bisa mengurani pengangguran di daerah ini,” katanya lagi.
Para pengrajin akik tersebut, selain mengolah bahan sendiri atau menerima upahan. Mereka mendapatkan upah antara Rp12 ribu hingga R15 ribu setiap batu akik yang diolah.
Jika mengolah batu mentah menjadi akik di Bandarlampung lain lagi. Mengasah batu akik berharga Rp25 ribu hingga Rp30 ribu. Beberapa kawasan pengasah batu akik, seperti kaliawi, Lebakbudi, Kampung Sawah, dan Rawasubur.
“Tapi sejak banyak permintaan batu akik, untuk memotong hingga mengasah dan finishing, harganya Rp30 ribu di Tanjungbintang,” jelas Susan Melone.
Batu akik dan permata yang dihasilkan dari Tanjungbintang sudah menembus kota-kota besar, seperti Bali, Yogyakarta, Batam, Pekanbaru, Malaysia, dan negara-negara luar lainnya.
Jika selama ini ada anggapan batu akik dari Martapura atau Banjarbaru, Kalimantan Selatan adalah kualitas bagus, kata Susan Melone, sebenarnya kualitas akik dari daerah ini lebih tinggi kualitasnya.
Di rumah Susan Melone, Desa Srikaton Gunung Batu, setiap hari selalu ramai. Para pemburu batu akik atau permata itu, selain ingin membeli, tak sedikit yang hanya untuk bertanya ihwal nama-nama batu akik, kualitas, aura dan mistik, serta mencari batu pengasih.
“Saya harus menerima dan melayani setiap tamu yang datang,” katanya.
Bahkan, ia dengan senang hati terkadang memberi batu akik yang biasanya diletakkan di piring. Begitulah Susan…
Batu akik siap diemban (ikat) |
Daerah ini layak dijadikan salah satu objek wisata di Kabupaten Lampung Selatan. Apalagi, akhir-akhir ini, semakin bertambah pengrajin batu akik di sini, bagaikan jamur di musim hujan.
Susan Melone, sebagai perintus bisnis batu akik setempat mengakui, kalau belakangan ini banyak warga yang mulai menekuni bisnis akik, baik sebagai pemotong, pengasah, ataupun penggali batu. "Ini potensi dijadikan objek wisata oleh pemerintah, seperti di Martapura ataupun Banjarbaru Kalimantan Selatan," katanya.
Selain itu, menurut Susan, semakin dibukanya daerah ini sebagai objek wisata batu akik maka akan terbuka lapangan pekerjaan bagi warga setempat. "Sekarang saja, setiap dusun bisa lebih tiga orang yang menekuni pekerjaan mengasah batu. Nah bisa dibayangkan kalau seeluruh desa di sini juga sudah menekuni bisnis ini."
Susan memastikan suatu saat kelak, pengangguran di sini terus berkurang. Tentu saja, jika pemburu batu akik terus meningkat. "Salah satu caranya buka daerah ini menjadi objek wisata, perbaiki infrastruktur terutama jalan. Sehingga akan memudahkan pengunjung (wisatawan, Red) mau datang, dan tidak melelahkan di perjalanan karena jalannya rusak," ujar Susan Melone ditemui di rumahnya, Selasa (25/3) petang.
Tulisan terkait: Bisnis Batu Akik yang Menjanjikan
0 komentar:
Posting Komentar