Isbedy Stiawan ZS/teraslampung.com
Harimau di sungai (dok wikimedia) |
Lemong bukan saja terkenal karena sebagian wilayahnya menjadi hutan lindung Tanam Nasional Bukit Barisan Selatan, namun beberapa makam orang suci. Salah satunya Syekh Aminulah Ibrahim. Makam Syekh Aminullah atau sebagian orang Krui maupun Liwa menyebutnya Syekh Manullah, kerap diziarahi bahkan oleh warga luar Provinsi Lampung.
Daerah Pesisir Utara Krui ini juga berpotensi dijadikan objek wisata pantai, di samping Tanjung Setia yang sudah terkenal itu. Misalnya pantai yang berada di bawah Makam Syekh Aminullah Ibrahim yang terjal keberadaan persis di kaki bukit, sangatlah indah bagi wisata tualang.
Sejatinya penduduk Lemong ini merupakan “pindahan” dari Malaya, yaitu sebuah dusun pertama kali ada di wilayah ini. Malaya berarti orang (penduduk) yang pertama kali ada atau menempati dusun.
Karena pertumbuhan manusia, maka wilayah ini menjadi padat sehingga membuat sebagian warga pindah dan membuka daerah baru. Perpindahan warga untuk membuka lahan baru, sebenarnya juga dilakukan oleh penduduk Bengkunat saat membuka Way Heni, Lampung Barat.
Warga yang berpindah itu, tak jauh mecari daerah baru. Atau hanya bergeser beberapa kilometer dari pekon sebelumnya.
Daerah yang dituju masih asing dan belantara. Mereka kembali membabat lahan belukar. Berbagai hewan buas bekerliaran, bahkan tak jarang mengamcam keselamatan penduduk yang membuka lahan untuk bertani dan tempat tinggal.
Salah satu hewan buas yang kerap dijumpai warga adalah “maung” alias harimau. Penduduk setempat menyebutnya lemaung. Anehnya, “maung” di sini tidak membahayakan bagi penduduk yang baru menetap.
Peta Pesisir Barat, Lampung. |
Begitulah, daerah baru sebagai ladang penghidupan bagi warga Malaya ini terus berkembang. Bahkan, kini perkembangan Lemong lebih pesat dibanding pekon lama, yakni Malaya.
H. Samri Hakim, sesepuh Lemong menuturkan, nama Lemong disematkan ke daerah baru ini, diambil dari artinya yaitu “lemaung: mong” (harimau/macan).
Selain itu, Lemong dimaknai bahwa daerah ini sangat pesat berkembang. Karenanya, alasan kuat dijadikan kecamatan.
Kecamatan Lemong berada di utara Krui dan berbatasan dengan Provinsi Bengkulu. Daerah ini cukup ramai karena sebagai jalan alternatif menuju Bengkulu, dan provinsi lainnya.
Penduduk Lemong berpenghasilan dari pertanian, seperti cengkih, lada, dan kopi. Daerah ini sangat potensi bagi hasil bumi, wisata pantai, dan wisata religi.
H. Samri Hakim menuturkan, pertama kali warga Lemong tak seramai seperi sekarang. Penduduk Lemong adalah pribumi Lampung berasal dari Pekon Malaya. Malaya bukan identin dengan melayu, namun maknanya adalah penduduk (warga) lama.
Karena wilayah Malaya mulai ramai membuat lahan perkebunan dan pertanian semakin menyempit karena banyaknya perumahan, akhirnya sebagian penduduk pindah ke wilayah baru yang masih belantara.
Di daerah yang baru ini, penduduk memulai dari nol. Memangkas hutan belantara untuk dibangun tempat tinggal. Sementara belantara yang lain dipatok untuk perkebunan. Saat itu, setiap saat warga berjumpa dengan lemaung, selain hewan tambun berbelalai panjang, siamang, kera, dan jenis hewan lainnya.
Apakah warga takut? Samri Hakim menggeleng. Dia menuturkan bahwa dari cerita para orang tua, kala itu warga di sini umumnya sakti: memiliki kanuragan tiada tanding. “Kalau tak punya kemampuan yang tinggi, tak akan bertahan hidup di zaman seperti itu,” katanya.
Entah kenapa, lemaung-lemaung yang berkeliaran di daerah ini tidak mengancam keselamatan penduduk. Kedua mahluk ciptaan Tuhan ini saling tahu perannya masing-masing. Meski habitat mereka mau tak mau menyempit, karena masuknya manusia.
Untuk mengabadikan keberadan lemaung, penduduk yang pertama kali menetap di sini menamakan pekon ini dengan nama Lemong. Nama pekon ini sampai sekarang masih dipertahankan.
Lemong masih memiliki banyak hutan belantara, perkebunan dan pertanian, dan tidak jauh dari pantai Laut Hindia. Daerah ini juga dikenal dengan keberadaan makan Syekh Aminullah atau Syekh Manula, penyebar Islam berasal dari Samudera Pasai.
Keberadan makam Syekh Aminullah ini di dalam hutan lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan dekat sekali dengan pantai Laut Hindia. Dari jalan lintas barat Pesisir Barat menuju makam Syekh Aminullah dengan waktu tempuh sekitar 3 jam.
Jalannya licin, kerap terhalang pohon raksasana yang tumbang, terdapat jurang, udara lembab. Itulah gambaran perjalanan menuju mamak Syekh Aminullah.
0 komentar:
Posting Komentar