Isbedy Stiawan ZS/Teraslampung.Com
Gerbang pelabuhan (dok) |
BANDARLAMPUNG—Panjang, sebuak kawasan di dekat pantai di Kota Bandarlampung, identik dengan pelabuhan. Dulu menjadi satu-satunya pelabuhan penyeberangan laut, baik ke Merak ataupun luar negeri. Bahkan, bagi calon jemaah haji yang menggunakan kapal laut ke Tanah Suci sebelum maskapai penerbangan sebanyak seperti sekarang, dari Pelabuhan Panjang ini mereka berangkat dan bersandar.
Daerah ini, konon, awalnya dihuni masyarakat pribumi. Etnis Lampung merupakan mayoritas di sini. Kata Panjang, menurut bahasa Lampung, adalah sebuah lahan menyerupai piring. Jika daerah ini dibidik dari ketinggian, memang menyerupai sebuah piring.
Sebelum dipindahkan ke Pelabuhan Srengsem lalu ke Bakauheni hingga sekarang, Pelabuhyan Panjang menjadi batas akhir perjalanan di Sumatera bagian Selatan. Warga yang hendak menyeberang ke Pulau Jawa, mesti berakhir di sini untuk selanjutnya melanjutkan dengan kapal laut dari Pelabuhan Panjang.
Jalur kereta api dari Kertapati berakhir di Stasiun Kereta Api Panjang. Kereta api bagi penumpang umum waktu ini, disebut Limex ataupun Kereta Api Ekspres.
Kala itu, nama-nama kapal laut yang terkenal di antaranya KM Bukit Barisan, KM Halimun, dan banyak lagi. Perjalanan di laut pun untuk sampai ke Pelabuhan Merak cukup lama. Jika berangkat malam, sampai di Merak pada siang hari. Begitu sebaliknya. Kapal masih terbatas, sehingga penumpang kerap memenuhi deck dan sepanjang koridor.
Sebagai satu-satunya pelabuhan penyeberangan Selat Sunda, kala itu Pelabuhan Panjang sangat ramai. Aktivitas pun tidak mati. Sebab bukan saja bagi penumpang, di pelabuhan tertua di Provinsi Lampung ini juga tempat bersandar kapal baik untuk membongkar maupun mengangkut barang ekport-import.
Pelabuhan Panjang sudah sangat kesohor. Film “Dokter Pertiwi Masuk Desa” sengaja memilih suasana penumpang yang baru turun dari kapal di pelabuhan tersebut.
Bertahun-tahun Panjang menjadi satu-satunya pelabuhan penyeberangan laut dari Lampung ke Pelabuhan Merak. Pelabuhan Panjang juga dimanfaatkan mayarakat memancing dan mandi di pantai. Bagi warga yang hendak menjemput keluarga dari Merak, misalnya, bersenang-senang dulu di tepi laut.
Tugu Kapal di Srengsem (dok) |
Sekitar tahun 1978-an, pelabuhan penyeberangan ke Pulau Jawa dipindahkan ke Srengsem. Di Pelabuhan Srengsem, sejumlah kapal baru didatangkan selain kapal yang sudah ada. Waktu pelayaran pun sedikit lebih cepat dibanding dari Pelabuhan Panjang.
Maskapai pelayaran mulai banyak. Kapal-kapal laut juga bertambah. Masyarakat yang hendak menyeberang ke Jawa bisa memilih kapal, sehingga tak terjadi penumpukan penumpang seperti di Pelabuhan Panjang.
Entah sebab usia atau humam eror, sebuah kapal pernah terbakar di pelabuhan ini, yang kemudian rongsokan kapalnya ditembok. Sayangnya, “patung kapal” itu sekarang sudah tersisa sedikit karena dipreteli.
Namun, operaisonal Pelabuhan Srengsem tidak lama. Diperkirakan hanya 5 tahun dijadikan pelabuhan penyeberangan dari Lampung menuju Merak. Srengsem saat kini hanya sebuah tanah kosong, dengan bangunan bekas pelabuhan dan dermaganya nyaris hancur.
Perpindahan dari Srengsem Bandarlampung ke Bakauheni Lampung Selatan makin mendekatkan jarak pelayaran dan waktu tempuh. Umumnya dari Bakau ke Merak tak lebih dari tiga jam dalam keadaan gelombang normal. Di Bakauheni ini dibangun beberapa dermaga, demi menghindari penumpukan penumpang dan kendaraan.
Namun, karena makin bertambah banyak moda angkutan seperti perusahaan bus dan truk, banyaknya dermaga belum menjamin terjadi penumpukan kendaraan dan macetnya di area pelabuhan ini.
Inilah tiga pelabuhan di Provinsi Lampung yang akan tercatat dalam sejarah transportasi manusia dan kendaraan.
Setelah Pelabuhan Panjang ditinggalkan dari dermaga untuk ke Pelabuhan Merak, tidak berarti aktivitas di pelabuhan ini berhenti total. Panjang dikhususkan sebagai pelabuhan bongkar-muat barang-barang berta. Sebagai pelabuhan milik Pelindo, Panjang dijadikan pelabuhan peti kemas. Pelabuhan Panjang kemudian diproyeksikan menjadi pelabuhan internasional.
Secara geografis, Pelabuhan Panjang memiliki kedalaman laut yang cukup, selain itu letaknya strategis untuk menunjang kegiatan ekspor dan import.
Boleh jadi, puluhan tahun mendatang, masyarakat makin tidak mengetahui bahwa pelabuhan penyeberangan laut di ujung Pulau Sumatera yang pertama adalah Panjang.
Pelabuhan Bakauheni |
Di zaman serbamodern ini, manusia juga selalu ingin cepat sampai tujuan. Berlama-lama di perjalanan tidak saja akan menguras kocek, melainkan menghabisi waktu. Itu sebabnya, dengan Pelabuhan Bakauheni, perjalanan di laut bisa ditempuh hanya beberapa jam.
Bayangkan pula, sekiranya kelak Jembatan Selat Sunda (JSS) terwujud? Ibarat sekedip mata, kita sudah di seberang. Karena itu, JSS menjadi alternatif jika perekenomian di Provinsi Lampung maupun Banten mau maju. Truk pengangkut buah-buahan, tidak harus membusuk karena antre di Pelabuhan Bakauheni.
Gagasan pembangunan JSS merupakan sikap futuristik. Artinya, rencana membangun megaproyek JSS lahir dari manusia yang berpikir jauh ke depan. Walaupun, gagasan itu sampai saata ini belum terlaksana.
Lalu, akankah JSS hanya berhenti sebagai angan-angan? Tetapi, yakinlah, manusia besar yang dikenal sebagai pencipta ilmu pengetahuan, selalu dimulai dari angan-angan. Ingatlah keberhasilan penemu listrik, kapal laut, kapal terbang, ataupun pesawat yang mendarat di bulan.
0 komentar:
Posting Komentar