B. Satriaji/Teraslampung.com
Bandung—Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang menyiapkan adaptasi kurikulum 2013 bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Kurikulum tersebut rencananya akan diterapkan di 2014 mendatang, baik di sekolah khusus maupun bagi ABK di sekolah reguler.
“Prinsipnya pendidikan itu untuk anak. Jadi ada adaptasi kurikulum kepada kebutuhan anak, bukan anak yang beradaptasi dengan kurikulum. Ujiannyapun diadaptasi,” kata Direktur Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar, Mudjito, usai peluncuran Provinsi Jawa Barat sebagai Provinsi Inklusif, di Gymnasium Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Jawa Barat, Senin (23/12).
Menurut Mudjito bentuk adaptasi kurikulum tersebut salah satunya dengan menggunakan media tiga dimensi. Selain itu, kata dia, karena tidak semua anak melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi, maka kurikulum bagi ABK juga menyinggung pendidikan kecakapan hidup.
Anak-anak berkebutuhan khusus, kata Murdjito, tidak semua mampu belajar dalam bidang akademik. Mengatasi hal tersebut, sebelum kelas dimulai setiap anak akan menjalani terapi kompensatoris. Yaitu terapi adaptasi sebelum anak bergabung dan belajar bersama di dalam kelas.
Data di Kemendikbud menyebutkan hingga Desember 2013 sebanyak 116 ribu dari 325 ribu ABK telah terlayani di pendidikan inklusi maupun reguler. Dari tahun 2011 hingga 2012, pertambahan jumlah anak mencapai 11 ribu siswa yang terlayani.
“Yang penting itu bukan inklusinya, tapi anak-anak terlayani,” katanya.
Selain menyiapkan kurikulum bagi ABK, saat ini UPI juga menyiapkan program Kependidikan dan Kewenangan Tambahan (KKT) bagi guru yang di sekolahnya terdapat ABK. Program KKT ditempuh selama dua semester.
Setelah lulus, para guru bisa kembali melayani siswanya di sekolah masing-masing. Bahkan, disampaikan Mudjito, UPI kebanjiran guru-guru yang mendaftar dalam program tersebut. Hal tersebut diamini oleh Rektor UPI, Sunaryo, yang saat itu sedang bersebelahan dengannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar